*Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda --- Selamat datang di blog resmi Wida Awanda*

Untuk Putriku Tercinta

Posted by Wida Awanda on 16.05 with No comments
Oleh: Fitroh Dwi Nugroho*

Pagi nan cerah disebuah perkampungan indah dan ramah, dengan hati riang datanglah Lilis sambil memanggil-manggil ibunya. “ Ibu….ibu…ibu….!!! lihat bu apa yang aku bawa” ucap Lilis sambil membawa amplop putih yang berisi pemberitahuan kelulusan siswa SMAN 1 Mekar Indah. Ibu yang sedang masak di dapurpun kaget mendengan putrinya berteriak-teriak, “ Ada apa to nak..??? ibu sampe kaget….!! “ Sini bu tak kasih tau sesuatu” sambut Lilis dengan riang. Apa to nak..??? Tanya ibu yang masih kaget dan kebingungan. “ Lihat bu aku LULUS....!!! Alhamdulillah….. kamu lulus..” ucap ibu dengan wajah yang berseri-seri dan memeluk putrinya erat. “ syukur lah nak, ibu sangat senang melihat kamu lulus sekolah” ujar ibu sambil menatap wajah putrinya itu. “Iya bu Lilis juga seneng banget…” Bu sekarangkan aku sudah lulus, aku pengen nerusin kuliah bu” ujar Lilis pada ibu. “ kamu mau nerusin kuliah nak…?? Lilispun menjawabnya dengan menganggukkan kepala sambil tersenyum manis pada ibu. “Ibu sih seneng kalo kamu punya cita-cita tinggi, iya nanti ibu akan usahakan dulu supaya kamu bisa melanjutkan kuliah” jawab ibu dengan nada lirih, sambil memikirkan dari mana dapat biaya untuk kuliah putrinya itu. Karena selama ini ibu Suratmi hidup seorang diri untuk membesarkan anaknya, seorang pendamping hidupnya sekaligus pahlawan hidup nya telah lama meningga ldunia. 

dikala Lilis masih duduk di bangku kelas enam Sekolah Dasar. Sekarang bu Suratmi menjadi penjahit pakaian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membiayai putrinya sekolah. “ Pokoknya aku pengen kuliah Bu..!! cetus Lilis pada ibu yang sedang melamun sambil memegang potongan kain yang belum selesai dijahit. “ Iya naak… ibu akan usahakan itu, kamu yang sabar dulu ya…” ucap ibu dengan mengelus kepala putrinya. “ Tapi aku pengen capat bu….!!! Kembali jawab Lilis dengan nada tinggi. “ Ya Allah naaak… iya insya Allah Ibu usahakan, kamu sabar dulu ya sayang..” kembali ibu berucap dengan nada halusnya, sambil seketika terbatuk-batuk, karena bu Suratmi telah lama menderita batuk-batuk, mungkin karena beliau juga usianya sudah lanjut. “ Ibu kan pasti punya uang tabungan…!!! Cetus Lilis sambil membalikan badannya menuju kamar tidurnya. Ibu pun hanya bisa menggelengkan kepala sambil menarik nafas melihat putri semata wayangnya marah. ibu pun masuk kamarnya sendiri, sambil menatap foto alamarhum suaminya, air mata ibupun tak terbendungkan membasahi pipinya. Malam itu pula akhirnya bu Suratmi membicarakan hal ini pada adiknya yaitu pak Supardi yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang kelontongan di sebuah pasar di sudut desa itu. Setelah mendengar cerita bu Suratmi, akhirnya pak Supardi berniat untuk membantu bu Suratmi guna membantu membiayai anankya yang sangat ingin kuliah itu. Keesokan harinya ibu Suratmipun memembicarakan hal itu pada putrinya. “ Nak benar kamu pengen kuliah..?? Tanya ibu ke Lilis yang masih memasang wajah marahnya itu. “ Iya lah bu, aku kan udah bilang dari kemarin, masa ibu tidak dengar..!!! cetus lilis dengan nada tinggi. “ Ya Allah Naak.. iya ibu mengerti keinginanmu” jawab ibu sambil mengelus dada. “ iya kamu boleh kuliah, ibu sudah sediakan uang untuk biaya kamu kuliah nanti” “ Bener Bu,,,????? Tanya Lilis sambil memegang tangan ibunya. “ Iya bener nak, kamu boleh kuliah” tegas ibu sambil tersenyum. “ Asyiiik……. Makasih ya ibuku tersayang, ibu memang baik deh”. Ucap Lilis dengan wajah ceria dan memeluk ibu. “Jadi aku bisa berangkat besok pagi bu untuk daftar kuliah ke kota..?? “Bener kamu mau secepat itu nak..?? Tanya ibu sambil terheran-heran. “ Iya bu, soalnya aku pengen cepat-cepat dapat tempat kuliah yang kualitasnya bagus” ujar Lilis pada ibu. “hmmm… ya sudah kalo gitu, asal kamu bisa jaga diri di kota nanti” akhirnya tibalah saat perpisahan itu. Dipagi hari yang agak mendung itu, di depan rumah yang terlihat tua di makan waktu, terlihat dari cat tembok yang dulu putih kini telah berubah menjadi kecoklat-coklatan dan pintunya yang terkikis di makan rayap. Lilispun mohon pamit ke ibunya. “ Bu aku mohon doanya, aku mau menuntut ilmu ke kota” ucap lilis mohon ijin pada ibu. “iya nak ibu selalu mendoakn kamu semoga kamu baik-baik saja di kota nanti, 
jangan lupa sholatnya di jaga ya nak” jaga kesehatan mu, jangan lupa sering-sering kabari ibu di desa” ujar ibu dengan suara lirih serta mata berkaca-kaca menahan rasa sedih akan di tinggalkan oleh putri semata wayangnya itu, ibu hanya bisa mendoakan mu disini, semoga cita-cita mu tercapai hingga bisa berjumpa lagi dengan ibu dirumah” Iya bu aku akan ingat pesan-pesan ibu, ibu jangan khawatir, insya Allah aku bisa jaga diri ko bu, ibu baik-baik dirumah ya”. Akhirnya lilis mencium tangan dan memeluk ibu mohon pamit, air mata pun tak tertahankan berlinang membasahi pipi Lilis, ibu pun mencoba untuk tegar walaupun air matanya berlinang bagaikan air dari bendungan yang tak bisa dihentikan, mungkin ini adalah suatu hal yang terberat dalam hidup ibu, yaitu ditinggalkan oleh putri tercintanya untuk waktu yang lama. Lilis pun melangkahkan kakinya perlahan sambil sesekali menoleh ke belakang dan melambaikan tangannya kearah ibu, walau dengan mata yang masih berkaca-kaca. 


***
Hari demi hari terus berganti tanpa henti meninggalkan sebuah memory yang tak pasti, bulan demi bulanpun terus berjalan tanpa bosan. Akhirnya tak terasa sudah tiga tahun Lilis meninggalkan kampung halamannya dan seorang ibu yang selalu merindukannya. Tiga tahun itu pula Lilis tak jumpa dengan ibunya, bahkan jarang mengirimkan surat ke ibunya. Karena saking asyiknya dengan aktivitas di kota. Sekarang Lilis sudah bisa mencari uang sendiri, selain kuliah dia juga bekerja sampingan menjadi soerang karyawati sebuah mini market di kota itu. Akhirnya pak Leknya yang dikampung mengirimkan sebuah surat untuknya.
Teruntuk Nduk Lilis di tempat. Nduk ibu merindukan mu, pulanglah sejenak untuk melepaskan rasa rindu ibumu ini. Dia sering menanyakan kabarmu, sekarang ibumu sering sakit-sakitan. Jadi Pak Lek harap kamu bisa pulang. Dari Pak Lek Supardi. 
Setelah membaca surat itu, Lilis pun lalu mengirimkan balasan surat itu yang isinya: 
Teruntuk Ibu dirumah. Bu aku disini baik-baik saja, aku juga rindu sama ibu, tapi aku belum bisa pulang sekarang. Soalnya aku masih sibuk dengan kerjaan serta kuliah ku bu, jadi nanti kalau ada waktu libur aku akan pulang bu. Ibu jaga kesehatan ya. Dari Putrimu Lilis.
***
Satu bulan sudah surat balasannya dikirim, Akhirnya suatu saat tiba-tiba Lilis melamun teringat pada ibunya. “Rasanya aku ingin pulang kerumah menengok ibu yang kelihatanya sudah renta, aku rindu padanya, aku juga ingin minta maaf karena aku menyadari sekarang bahwa aku sudah banyak salah sama ibu, dulu aku pernah bentak dan sekarang aku meninggalkan dia dirumah seorang diri. Sungguh dosanya diriku ini, pokoknya aku harus pulang sekarang” berkata Lilis sambil merenung. 
Akhirnya Lilis pulang ke kampung halamannya, setelah tiga tahun lebih meninggalkan ibunya di rumah. Disepanjang perjalanan hati Lilis selalu dihantui rasa gelisah dan penyesalan, sambil membayangkan wajah ibunya yang tiga tahun lalu pernah dibuatnya menangis. Setelah kurang lebih 24 jam di perjalanan, akhirnya sampailah Lilis di depan rumahnya, tampak terlihat kusam dan sepi rumah itu, rumah dimana ia di lahirkan dan dibesarkan oleh almarhum ayahnya dan seorang ibu yang penuh kesabaran dan kegigihan dalam membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Pintu dan jendela rumah nya tertutup rapat. Dengan hati bertanya-tanya Lilispun mengetuk pintunya sambil memanggil-manggil ibu. “ Assalamualaikum.. ibu…ibu….!!! Berkali-kali ia memanggil. Namun tetap tak ada suara dari dalam rumah. Tiba-tiba menghampiri bu Retno yang rumahnya bertetanggaan lalu menyapa nya. “ Eh nduk Lilis, kapan pulang..? Tanya bu Retno ringan. “ iya bu, lilies baru aja sampe, ko rumah lilies kosong ya bu..? emang ibu lagi kemana bu? Lho emang kamu belum tau nduk..? tau apa bu..? sambil terheran-heran lilis menjawab. Akhirnya bu Retno menceritakan semua kejadian selama dia tak di rumah. Dengan berat hati bu Retno mengasih tahu kalau sebulan yang lalu ibunya meninggal dunia. Seketika itu pula air mata Lilis membasahi pipi, tak ada kata yang dapat terucap dari bibir manisnya itu, dia hanya bisa menangis dan menyesali semua itu. “ yang sabar ya naak…” ucap bu Retno sambil memeluk dan mengelus kepala nya. “ Ini kunci rumah mu nak, yang sabar ya nak” kembali bu Retno menenangkan Lilis supaya tegar. “ “iya bu, terimaksih” dengan suara terbatah-batah, sambil menahan tangisnya. Akhirnya ia membuka pintu itu dan masuk rumahnya, dan melihat keadaan rumahnya tak jauh berubah seperti terakhir ia tinggalkan, akhirnya pandangannya tertuju pada sebuah mesin jahit yang telah berkarat dan berselimut debu, ia kembali teringat pada ibunya yang dulu banyak menghabiskan hari-harinya di depan mesin jahit itu. Kembali air matapun mengalir tak tertahankan. Setelah di dekati ternyata terdapat sebuah amplop putih yang berisi selembar kertas, yang mana itu tulisan tangan ibu.


Untuk Putri Ibu Tercinta……
Hari ini ibu tulis surat ini untuk mu, karena ibu rindu padamu naak.. Ibu senang jika anak ibu dapat mewujudkan cita-citanya, namun ibu minta maaf karena selama ini ibu belum bisa membuat kamu bahagia.. selama ibu mendidikmu mungkin ibu belum bisa menjadi seorang ibu yang baik, tapi ibu selalu ingin melakukan yang terbaik untuk mu naak.. jikalu bapak mu masih ada, pasti dia akan membuat mu bahagia, dan pasti akan seneng melihat putrinya sudah besar. Nak….Sebenarnya ibu pengen ketemu sama kamu naak… Namun kelihatanya ibu sudah tidak kuat, mungkin beberapa saat lagi ibu akan meninggalkan kamu. Sekali lagi maafkan ibu ya naak…!! Ibu pun sudah memaafkan semua kekhilafanmu. Surat yang Pak Lek mu kirimkan mungkin tidak akan sampai ke tangan mu, karena katanya kantor pos di kecamatan kita sudah rusak dan tak ada petugasnya. Mungki suatu saat kamu akan membaca surat dari ibu ini. Yang terakhir pesan ibu “ Jangan tinggalkan shalat yang lima waktu, serta jangan lupa mengirim do’a untuk kedua orang tua mu”
Salam Rindu dari Ibumu…….. 
Setelah membaca surat itu, air mata Lilis semakin deras membasahi wajahnya yang mulai pucat, badan hingga ujung kakinya pun bergemetar hingga akhirnya tak kuasa menahan rasa sedih dan sesal itu, perlahan lututnyapun menyentuh lantai dimana dulu ia pernah memarahi ibu... suara tangisnya pun seolah-olah menyesali perbuatannya dulu ketika ibu masih ada.. “ Ibu……!!!!!! Maafkan aku bu…!!! Maafkan anak mu ini bu…..!!!! Aku telah banyak membuat ibu susah dan sedih… Aku janji aku akan selalu ingat pesan ibu.. aku sayang ibu….” Sambil bersujud di lantai Lilispun masih tersedu-sedu. []

*Mahasiswa Pendidikan Kimia 08
Fakultas Sains & Teknologi, UIN SuKa

0 komentar:

Posting Komentar